Menulis Cerpen Bahasa Indonesia
Tugas Bahasa Indonesia
Materi: Menulis Cerpen
1. Mendata peristiwa
·
Berwisata
ke Rawa Pening
·
Kejuaraan
Junio Junior Basketball League( Junio JRBL) 2012
·
Perayaan
ulang tahun bersama teman-teman
·
Berwisata
ke Candi Borobudur
·
Perkemahan
Tutup Tahun kelas VII di Bumi Perkemahan Rama Shinta, Prambanan
·
Mengunjungi
Bukit Merah
·
Merayakan
ulang tahun seorang teman dengan teman-teman lainnya
·
O2SN
·
Rekoleksi
Pendamping PIA se-Sleman di Kaliurang
·
Mengikuti
lomba Tata Upacar Bendera (TUB) di lapagan Pemda Sleman
·
Mengikuti
UTS susulan
·
Berwisata
dan mengunjungi obyek-obyek wisata di Jakarta, Bogor, dan Bandung
·
Mengunjungi
Monas
·
Mengunjungi
Taman Makam Pahlawan Bung Karno di Blitar
·
Mengikuti
lomba sepeda gembira
·
Makan
tumpeng bersama-sama dengan teman kelas
·
Mengikuti
lomba baris berbaris
·
Berwisata
ke Telaga Sarangan di Madiun
·
Kerja
Kelompok dengan teman-teman
·
Lihat
kesenian Kuda Lumping( Jathilan)
·
Menonton
pertunjukan Ramayana
·
Mengikuti
lomba memasak Tongseng di sekolah dalam rangka memperingati hari Idul Adha
·
Dibelikan
notebook
·
Mendongeng
di depan teman-teman waktu kelas VII
·
Mendapat
rangking 5 paralel saat kelas VII
2. Memilih salah satu peristiwa
Saya memilih peristiwa saat mengikuti kegiatan O2SN tingkat
Provinsi DIY tahun 2011 karena peristiwa tersebut dapat mengantarkan saya ke
tingkat Nasional di Surabaya, walau saya mengalami kekalahan dan tidak mendapat
juara namun itu dapat dijadikan pengalaman.
3. Kerangka Cerpen
·
Alur
: maju
Klimaks - Resolusi - Solusi - Konflik - Klimaks - Resolusi - Solusi -
Konflik - Solusi - Klimaks - Resolusi -
Konflik - Resolusi - Konflik - Solusi
·
Tokoh
: - aku : semangat, tidak putus asa, percaya diri.
-bapak: baik
hati, disiplin
-adik : jahil, bandel
-ibu : mau menolong
-para guru dan
teman-teman : mendukung dan mendoakan
·
Latar
:
Tempat : a.Di sekolah
b. Di Gedung Olahraga Tenis Meja di UNY
c. Di jalan menuju Surabaya
d. Surabaya
Waktu : a. Pagi
b.
Siang
c. Sore
d. Malam
Suasana : a. Senang
b.
Mengharukan
c. Sedih
d. Menegangkan
·
Sudut
Pandang : Orang Pertama sebagai pelaku utama
·
Tema : Pengorbanan
·
Judul
: Pelangi di O2SN
4. Mengembangkan Kerangka Karangan
·
Alur
1.
Mendapat
juara 1 seKabupaten Sleman dan maju ke tingkat Provinsi
Hatiku
gempar, diriku mulai dirundung kepanikkan. Sempat kepanikkan karena ijazah asli
tertinggal di tempat fotokopi ketika aku dan bapakku pergi memfotokopi persyaratan
yang diperlukan. Memang aku telah diprediksi oleh semua orang bahwa aku akan
mewakili Kabupaten Sleman ke tingkat provinsi namun apabila tidak ada bukti
ijazah asli maka aku akan dianggap gugur. “Huft... untung panitia perlombaan
mau menunggu datangnya ijazahku yang tertinggal di tempat fotokopi yang kini
sedang diantarkan oleh guru olahragaku waktu SD.jika tidak aku bisa mati.”
kataku. Akhirnya setelah ijasah asli datang kamudian panitia mulai mengecek
persyaratan yang harus dibawa ketika akan bertanding di tingkat provinsi.
Setelah diberi nasihat rasanya ragaku ini hanya seberat kapas putih begitu
ringan seolah mudah untuk jatuh. “Terima kasih Tuhan Engkau telah mengijinkan
aku untuk maju ke babak selanjutnya.” ungkapan syukurku pada Tuhan.
2.
Pemberitahuan
waktu dan tempat dilaksanakan lomba
Di
sekolah ketika aku sedang asyik mengobrol dengan teman-teman tiba-tiba manajer
kelas olahraga datang. Ia menginformasikan jadwal dan tempat pertandingan
tingkat provinsi kepada kami siswa VII A yang mengikuti ajang bergengsi O2SN
dan lolos masuk ke tingkat nasional. Hatiku kembali berdegup dengan kencang
entah karena tidak sabar dengan diadakannya lomba atau bahkan takut terhadap
musuhku sendiri. Deg deg deg deg. “Ayo, teman-teman pokoknya kita harus bisa
melanjutka terdisi juara yang ada di sekolah ini. Oke?” kataku pada teman-teman
yang lolos menuju babak tingkat provinsi.
3.
Tidak
ikut pelajaran basket untuk berlatih tenis meja
“Aku
merelakan pelajaran bola basket di sekolahku dan mengganti jam olahraga di
sekolah dengan berlatih tenis meja di rumah bersama bapak dan adik. Agar aku
dapat mempersembahkan yang terbaik besok saat bertanding.” Niatku dalam hati. Palajaran
bola basket adalah makanan sehari-hariku saat jam pelajaran olahraga
berlangsung maklum aku kan masuk di kelas olahraga melalui jalur basket. Merelakan
pelajaran ini membuatku tertinggal dengan teman-temanku cabang bola basket yang
lain walau mungkin pelatih akan lebih mengintensifkan latihan kepada 3 temanku
yang lolos dan melanjutkan ke tingkat provinsi dalam cabang bola basket 3 on 3. Mereka adalah si jerapah Ate, si
banteng Wahyau, dan si Nur nama yang
cukup unik bukan? Hahahha.
4.
Tidak
jadi ikut sepenuhnya perkemahan waktu kelas VII
Hal
yang paling aku sebalkan adalah tidak jadi mengikuti sepenuhnya kegiatan
perkemahan waktu aku masih kalas VII. “Huh sebel deh rasanya ingin memukul
tembok yang terbuat dari besi baja, berteriak sekencang-kencangnya, merengek di
depan umum tapi tidak mungkin nanti aku disangka orang gila lagi.” jerutuku.
Hahahha.
Alasan
mengapa aku tidak ikut kegiatan yang termasuk menggairahkan aku adalah waktu
perlombaan dan kegiatan perkemahan berjalan beriringan namun aku disarankan
oleh bapakku agar aku dapat merelakan kegiatan perkemahan tersebut dan beristirahat
karena esok lusa pertandingan tingkat provinsi akan di mulai. Alhasil 3 temanku
Ate, Wahyau, dan Nur serta atlit atletik Adit terpaksa tidak mengikuti kegiatan
perkemahan itu pula padahal mereka sudah membawa perlengkapan untuk berkemah
tapi bawaan mereka seperti orang mau pindahan saja. ”Sungguh hiburan yang
sangat menghibur.” kataku pada mereka. Hahahahahha.
5.
Lomba
dilaksanakan
Jjjrrreeeeenngggg...
akhirnya perlombaanku pun dimulai. Lawan pertamaku dapat kukalahkan dengan
mudah dengan skor akhir 3-0. Lawan kedua lebih mudah daripada lawan yang
pertama alhasil skor akhir adalah 3-0. Bagai menjentikkan jari untuk mngalahkan
mereka atau membalikkan telapak tangan? Namun aku tak boleh meremehkan
lawan-lawanku agar aku tidak terperosok ke dalam lembah jurang yang curam dan
tajam. Tibalah partai final yaitu wakil dari Kabupaten Kulon Progo yang bernama
Berlianti yang berhadapan denganku. Aku hafal namanya karena itulah lawan yang
sudah kugadang-gadang saat di tingkat provinsi. Sudah kuasah keahlianku untuk
mengalahkan dia seorang. Babak pertama dan kedua dapat kumenangkan namun di
babak ketiga mempu direbut olehnya. Banyak suara yang mendukungku banyak pula
suara yang menyerukan namanya. Namun aku tak mau berlama-lama menunggu piala
bertuliskan juara 1 datang kepadaku segera saja aku bantingkan skornya hingga
aku menjadi juara 1. Ucapan kata selamat menbanjiri diriku. “Hore aku lolos dan
akan menuju ke Surabaya.” sorakku kegirangan.
6.
Akhirnya
aku juara 1 dan mewakili DIY ke kancah Nasional
Senang rasanya
menjadi juara 1 tingkat provinsi rasanya seperti masih terbawa mimpi dan terbang
melayang-layang, koprol, salto di udara, ya itu semua ungkapan kemenanganku.
Sayangnya oh sayangnya dari SMPku hanya aku yang berhasil lolos an menuju ke
kancah nasional, teman-temanku juga mendapat juara 3 besar namun mereka tidak
dapat mewakili DIY saat di Surabaya. Senangnya lagi karena mendapat nilai
tambahan yang dapat digunakan untuk memperbesar nilai UNAS saat akan mendaftar
ke SMA. Beberapa hari setelah kemenanganku aku diundang oleh Dinas Pendidikan,
Pemuda, dan Olahraga DIY. Disana aku dimintai kelengkapan persyaratan untuk di
tingkat nasional, menandatangani bukti-bukti bahwa aku telah menerima uang
saku, dan penjelasan dan perincian tentang kegiatan, jadwal dan tempat lomba
akan diadakan.
7.
Waktu
perjalanan sehari dan sampai kota Surabaya pada petang hari
Akhirnya
pada pagi hari itu aku berangkat juga menuju Surabaya. Sebelum berangkat kami
diberi seragam kontingen sebagai identitas bahwa kami adalah wakil dari
Provinsi DIY. Senang rasanya, seragam ini dapat aku pamerkan kepada
teman-temanku. Hahahhahaha. Sayang perjalanan menuju Surabaya menggunakan bis
dan tidak menggunakan pesawat hal ini dikarenakan pada saat itu adalah saatnya
untuk berliburan hingga harga tiket pesawat akan naik. Tak ada pesawat , bis
pun jadi. Fasilitas dalam bis itu juga bisa diberi jempol karena ber-AC, tiap
baris hanya ada 2 kursi, ada televisinya lagi. Dari pagi sekitar pukul 08.00
sampai siang sekitar pukul 12.00 bis berhenti untuk beristirahat dan melakukan
shalat bagi yang menjalankannya. Di tempat pemberhentian itu aku dan
kawan-kawan diberi nasi kardus segera saja kumakan. Oh iya aku pergi ke
Surabaya bersama dengan bapak dan adikku. Lanjut. Kami bertiga memakan makanan
yang ada di kardus itu agar saat di dalam bis tidak ada yang kelaparan lagi.
Perjalanan
dilanjutkan. Ketika sudah kumasuki wilayah Surabaya mulutku menganga tak
percaya. “Ternyata di Surabaya juga ada macet ya? WOW!!!” gumamku dalam hati.
Ketika masuk di wilayah kota Surabaya.
“Dik kotanya
hijau ya, sejuk lagi, tapi sayang macetnya itu lho!!” kataku pada adikku yang
duduk di depanku.
“Lha iya wong
isine mung mobil-mobil thok piye lhe ora macet? Udah jalan sempit, isinya
mobil, isinya mobil cuma 1 orang, gimana gag macet coba?” jawab adikku.
8.
Check
In, Absensi, dan Pengecekan Kesehatan Atlit diakhiri foto bersama
“Ayo
ke atas untuk absensi atlit , periksa kesehatan, dan check in,” begitu ujar
pembimbingku setelah kami sampai hotel Oval tempat kami menginap nantinya.
“Baik pak!” jawabku. Segera saja aku masuk ke dalam hotel dan melaksanakan apa
yang diperintahkan. Setelah acara absensi atlit, periksa kesehatan, dan check
in hotel aku diberi nasi kotak untuk makan malam. “Akhirnya rasa laparku
terbayar juga.” kataku dalam hati. Tak disangka aku mendapatkan tas bertuliskan
O2SN yang didalamnya berisi kaos olahraga dan baaju batik. “Ahay asik asik. Tas
baru, kaos baru, batik baru.” Begitulah sorakku bahagia. Pak pembimbing segera
membagi
9.
Pembagian
kamar hotel
Pak
pembimbing segera membagi kunci kamar untuk tempat istirahat para atlit. Sebenarnya
bukan kunci tapi hanya seperti kartu plastik putih maklum hotel tempatku
menginap sudah modern. Hahhaha. Aku sekamar dengan gadis manis namun jago
silat, Icha namanya dan yang terlihat gemuk namun pintar mengolah otaknya dalam
bermain catur Linda namanya. Begitu kartu ditempelkan pada kotak sensor dan
kamar terbuka aku langsung menaruh tasku dan berlari menuju kasur. “Wah
nyamannya.” ujarku. “Ya jelas wae lha
hotele mewah kog” jawab Linda. “Hahaha. Gerah ni siapa yang mau mandi
duluan? Aku dulu ya?”tanya Icha. “Oke.” jawabku. Sebenarnya kami sangat capek
namun karena kami masih ingin mengobrol sembari melihat Kota Surabaya dari
lantai 4 kami akhirnya baru bisa tidur pukul 23.30 itupun karena aku yang
mengajak mereka agar mereka tak terlambat bangun karena besok adalah hari
Upacara Pembukaan O2SN.
10. Upacara Pembukaan O2SN di gedung yang mewah
Pagi
yang cerah mengizinkan matahari untuk mengintipku dari jendela hingga aku dapat
melihat secercah cahaya dari jendela. Segera ku bangun dan membuka jendela yang
membangunkanku dari tidurku tak lupa pula aku bangunkan kedua teman sekamarku
dan adikku yang jahil untuk segera mandi dan mempersiapkan diri dalam mengikuti
Upacara Pembukaan O2SN. Ketika kami sudah siap, sarapan juga sudah, bis sudah
siap mengantar, akhirnya kami berangkat. Namun walau kami satu kamar kita beda
bis. Pengelompokkan bis berdasarkan cabang olahraga masing-masing jadi kita
dapat mengetahui siapa saja wakil dari provinsi lain. Begitu kagum dengan gedung
yang digunakan untuk Upacara Pembukaan O2SN, tata suara, panggung semua
terlihat mewah. “Untung upacaranya duduk ya, kalau berdiri bisa tak kuat
aku.hahaha.” kataku dalam hati.
11. Pengenalan tempat yang akan digunakan untuk berlomba
Upacara
telah berakhir kini saatnya pulang. Pak Sudibyo selaku guru pendampingku
mengingatkan bahwa sore harinya akan diadakan pengenalan arena bertanding.
Pengenalan itu untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung saat pertandingan berlangsung. Begitu bis sampai di hotel aku segera
menuju kamar untuk beristirahat sebentar. Namun kartu untuk membuka kunci itu
dibawa oleh temanku Icha. Karna kita beda bis maka Icha belum juga sampai ke
kamar hotel. “Sekian lama aku menunggu kedatanganmu oh Icha.” itulah laguku
untuk Icha yang lama dinanti yang akhirnya datang juga ke kamar hotel.”Saatnya
istirahat.” begitu ujarku yang disambut hangat oleh teman sekamarku.
Bangun
dengan tenaga yang baru, perut juga sudah kenyang terasa, saatnya berangkat
menuju arena pertandingan. Walau jauh lokasi arena pertandingan itu namun itu
semua dapat teratasi dengan panorama Kota Surabaya yang indah nan mempesona.
Kusiapkan peralatan perangku untuk kulatih agar besok saat bertanding dapat
lebih mudah. Cethak cethok cethak cethok cethak cothok itulah bunyi bola yang
berpantulkan. Sejam dua jam tak terasa hingga waktunya aku untuk pulang. Aku
juga mendapatan teman yang baru disini. Namanya Anisa, dia berasal dari
Kepulauan Riau. Lalu kami saling bertukar nomor telepon agar dapt saling
berhubungan.
12. Pelaksanaan perlombaan
Hingga
tiba saatnya untuk berlaga di kancah nasional. Kutemukan wajah-wajah baru yang
mempunyai tekad yang sama yaitu untuk meraih kemenangan. Ciri khas dan gaya
setiap orang juga berbeda-beda sesuai dengan daerah provinsi mereka yang
berbeda. Tak sedikit pula dari mereka dan aku sudah mengenal beberapa pemain
karena kami sudah pernah bertanding di waktu yang lalu, kini kami dikumpulkan
kembali di dalam sebuah ajang O2SN. “Hah kini saatnya aku menunjukkan
kebolehananku. Namun ternyata aku tak mampu mengalahkan lawanku. Hal ini
mungkin terjadi karena baru kali pertama ini aku merasakan alam nasional.
13. Kalah dengan atlit dari daerah lain
Hari
kedua pun berlanjut. Kini aku harus memulai dengan kecerobohanku yang lupa
membawa kartu peserta dan nomor punggung peserta yang tertinggal dalam kamar
hotel yang baru kusadari ketika kami sudah jauh dari hotel dan hampir sampai ke
tempat bertanding. “Pak kartu dan nomor
punggung pesertaku ketinggalan ning kamar hotele.” ujarku pada bapak. “Lha goblok kowe kuwi, isa dipercaya ora?
Niat ora main kie?” tanya bapakku yang sekaligus marah kepadaku. “Niat pak, tapi aku wau bengi tak beresi
tase, aku lali yen kartu lan nomor punggunge ketinggalan.” jawabku. “Yo wis karepmu, nek ra isa main yo
rasakno.” jawab bapakku.
Sudah
diusahakan oleh bapak pendampingku untuk bilang kepada panitia dan untungnya
panitia mengijinkan aku untuk tidak main menggunakan kartu peserta. Namun tetap
saja aku mampu dikalahkan oleh lawanku karena dia lebih berpengalaman walau
sudah aku kejar sekalipun tetap aku kalah. Namun pelatih dari pihak lawan
mengatakan bahwa permainanku sudah baik. Hari itu aku benar-benar sudah jatuh
tertimpa tangga. Hatiku hancur dan ragaku seperti jatuh di lembah jurang yang
curam dan tajam dan tenggelam dalam samudra yang terdalam di dunia ini. Ajang
di kancah nasional ini sudah membahagiakan aku dan menyedihkan untukku. Aku tak
mampu membayar kerja keras orang yang telah membantu aku hingga aku mampu
menginjakkan kakiku disini. Maaf beribu maaf yang tak bisa aku ungkapkan dalam
kata-kata. Semua telah menjadi abu yang kini telah terbang berkeliaran dan
biarkan pengalamanku ini menjadi pelajaranku dalam aku bertanding di kemudian
hari.
14. Berwisata ke Kebun Binatang Surabaya yang kebetulan dekat
dengan hotel
Rasa
sedihku hendak dihapus dengan para pelatih pencak silat, tenis meja, dan catur
untuk berwisata ke Kebun Binatang Surabaya. Malam sebelumnya Icha memang sudah
memberitahuku. “Ayo, Nov sesuk melu yo
ning KBS. Kabeh cah-cah yo dho melu kog.” ajak Icha. “Oke. Sesuk gugahke aku esuk yo?” pintaku. “Yo gampang mengko tak nguripke alarm.” jawab Icha. Kakan.Kami
menggunakan perahu kaki untuk menju KBS. Begitu kami sampai di KBS hewan-hewan
yang ada sudah tidak lengkap lagi. Menurutku hanya bangsa primata yang memenuhi
KBS itu walau juga ada binatang lain namun disana tak kutemukan binantang yang
buas yang kunanti. Ya dia adalah macan, harimau, dan singa. Fasilitas di KBS juga banyak namun
gedung-gedung yang terlihat kurang terawat mampu menjenuhkan pengunjung. “Wah tenan yo britane sing ning tipi-tipi
kae yen saiki KBS ora kaya mbiyen. Kewan e wis ora genep. Mesakke tenan rek.” ujarku
pada Icha. “ Lha iyo yo, parah tenan kog.
Haruse pemerintah kudu ndang tanggep iki.” jawab Icha.
15. Seminggu menginap di hotel
Seminggu
sudah kuhabiskan waktuku di Surabaya. Banyak hal yang kedapatkan dari sini.
Tentang pertandingan, teman-teman yang baru, suasana yang baru dan hal lainnya
yang membuatku sadar bahwa memang dunia ini mempunyai banyak warna yang mampu
menghiasi setiap insan di dunia maka menurutku sayang jika ada orang yang
mengatakan ingin meninggalkan dunia ini. Padahal jika mereka mau berpikir
jernih mungkin mereka akan berucap bahwa dunia ini, hidup ini sangat
mengagumkan dan mereka telah menempel pada magnet yang terdapat dalam bumi ini
dan karena pikiran buruk mereka telah berubah menjadi pikiran emas yang mampu
membangun hidup mereka dengan baik.
16. Check out dari hotel dan pulang ke Jogja
Saatnya
kini aku dan kawan-kawan pulang ke Jogja. Senang rasanya ada teman-teman yang mampu
menyabet gelar juara walau ada banyak cabang olahraga yang tak mampu
menyumbangkan emas bagi Jogja tercinta.
·
Tokoh
1.
Aku
: Namaku Kristina Noviyanti Pasalbessy nama yang bagus bukan? Aku sekolah di
SMP N 1 Kalasan yang dulu kepala sekolahnya masih Bapak Tri Raharja. Aku masuk
di SMP N 1 Kalasan melalui jalur Kelas Olahraga suatu kebanggaan bagiku karna
aku termasuk dalam angkatan 1 dan fotoku dan teman-teman Kelas Olahraga
terpampang di ruang piketan. Hidup di dunia olahraga membuatku menjadi lebih semangat,
tidak putus asa, percaya diri.
2.
Bapak
: Nama beliau adalah Hayam Wuruk. Beliaulah yang mengajarkanku tenis meja. Beliau
merupakan baik hati, disiplin. Beliau yang mengajari dan melatih intensifku
dalam bertenis meja. ia hendak membuat baja dalam hidupku, ia ingin melihat aku
melambai-lambaikan tangan di puncak podium. Walau badai kahidupan melanda
kehidupan kami ia tetap kuat seperti tembok beton yang berdiri tegak tiada
goyah. Aku salut padanya.
3.
Adik
: Adikku yang jahil dan bandel ini memang menggangguku dalam berlatih.
Sebelumnya ia juga sempat merasakan perlombaan tingkat provinsi saat O2SN namun
ia hanya mampu berdiri di posisi 4. Mungkin itu yang menyebabkan ia kecewa dan
ingin membantuku agar aku dapat sampai di kancah nasional. Ingin membantuku
maksudnya ya mengganggu aku tadi namun aku sangat berterimaksih padanya atas
kejahilan dan kebandilannya padaku. Ya nama adikku adalah Titus Bonai.
·
Draft
Cerpen
O2SN
Hatiku
gempar, diriku mulai dirundung kepanikkan. Sempat kepanikkan karena ijazah asli
tertinggal di tempat fotokopi ketika aku dan bapakku pergi memfotokopi persyaratan
yang diperlukan. Memang aku telah diprediksi oleh semua orang bahwa aku akan
mewakili Kabupaten Sleman ke tingkat provinsi namun apabila tidak ada bukti
ijazah asli maka aku akan dianggap gugur. “Huft... untung panitia perlombaan
mau menunggu datangnya ijazahku yang tertinggal di tempat fotokopi yang kini
sedang diantarkan oleh guru olahragaku waktu SD.jika tidak aku bisa mati.”
kataku. Akhirnya setelah ijasah asli datang kamudian panitia mulai mengecek
persyaratan yang harus dibawa ketika akan bertanding di tingkat provinsi.
Setelah diberi nasihat rasanya ragaku ini hanya seberat kapas putih begitu
ringan seolah mudah untuk jatuh. “Terima kasih Tuhan Engkau telah mengijinkan
aku untuk maju ke babak selanjutnya.” ungkapan syukurku pada Tuhan.
Namaku
Kristina Noviyanti Pasalbessy nama yang bagus bukan? Aku sekolah di SMP N 1
Kalasan yang dulu kepala sekolahnya masih Bapak Tri Raharja. Aku masuk di SMP N
1 Kalasan melalui jalur Kelas Olahraga suatu kebanggaan bagiku karna aku
termasuk dalam angkatan 1 dan fotoku dan teman-teman Kelas Olahraga terpampang
di ruang piketan. Hidup di dunia olahraga membuatku menjadi lebih semangat,
tidak putus asa, percaya diri.
Di
sekolah ketika aku sedang asyik mengobrol dengan teman-teman tiba-tiba manajer
kelas olahraga datang. Ia menginformasikan jadwal dan tempat pertandingan
tingkat provinsi kepada kami siswa VII A yang mengikuti ajang bergengsi O2SN
dan lolos masuk ke tingkat nasional. Hatiku kembali berdegup dengan kencang
entah karena tidak sabar dengan diadakannya lomba atau bahkan takut terhadap
musuhku sendiri. Deg deg deg deg. “Ayo, teman-teman pokoknya kita harus bisa
melanjutka terdisi juara yang ada di sekolah ini. Oke?” kataku pada teman-teman
yang lolos menuju babak tingkat provinsi.
“Aku
merelakan pelajaran bola basket di sekolahku dan mengganti jam olahraga di
sekolah dengan berlatih tenis meja di rumah bersama bapak dan adik. Agar aku
dapat mempersembahkan yang terbaik besok saat bertanding.” Niatku dalam hati.
Palajaran bola basket adalah makanan sehari-hariku saat jam pelajaran olahraga
berlangsung maklum aku kan masuk di kelas olahraga melalui jalur basket.
Merelakan pelajaran ini membuatku tertinggal dengan teman-temanku cabang bola
basket yang lain walau mungkin pelatih akan lebih mengintensifkan latihan
kepada 3 temanku yang lolos dan melanjutkan ke tingkat provinsi dalam cabang
bola basket 3 on 3. Mereka adalah si
jerapah Ate, si banteng Wahyau, dan si Nur
nama yang cukup unik bukan? Hahahha.
Hal
yang paling aku sebalkan adalah tidak jadi mengikuti sepenuhnya kegiatan
perkemahan waktu aku masih kalas VII. “Huh sebel deh rasanya ingin memukul
tembok yang terbuat dari besi baja, berteriak sekencang-kencangnya, merengek di
depan umum tapi tidak mungkin nanti aku disangka orang gila lagi.” jerutuku.
Hahahha.
Alasan
mengapa aku tidak ikut kegiatan yang termasuk menggairahkan aku adalah waktu
perlombaan dan kegiatan perkemahan berjalan beriringan namun aku disarankan
oleh bapakku agar aku dapat merelakan kegiatan perkemahan tersebut dan
beristirahat karena esok lusa pertandingan tingkat provinsi akan di mulai.
Alhasil 3 temanku Ate, Wahyau, dan Nur serta atlit atletik Adit terpaksa tidak
mengikuti kegiatan perkemahan itu pula padahal mereka sudah membawa
perlengkapan untuk berkemah tapi bawaan mereka seperti orang mau pindahan saja.
”Sungguh hiburan yang sangat menghibur.” kataku pada mereka. Hahahahahha.
Jjjrrreeeeenngggg...
akhirnya perlombaanku pun dimulai. Lawan pertamaku dapat kukalahkan dengan
mudah dengan skor akhir 3-0. Lawan kedua lebih mudah daripada lawan yang
pertama alhasil skor akhir adalah 3-0. Bagai menjentikkan jari untuk mngalahkan
mereka atau membalikkan telapak tangan? Namun aku tak boleh meremehkan
lawan-lawanku agar aku tidak terperosok ke dalam lembah jurang yang curam dan
tajam. Tibalah partai final yaitu wakil dari Kabupaten Kulon Progo yang bernama
Berlianti yang berhadapan denganku. Aku hafal namanya karena itulah lawan yang
sudah kugadang-gadang saat di tingkat provinsi. Sudah kuasah keahlianku untuk
mengalahkan dia seorang. Babak pertama dan kedua dapat kumenangkan namun di
babak ketiga mempu direbut olehnya. Banyak suara yang mendukungku banyak pula
suara yang menyerukan namanya. Namun aku tak mau berlama-lama menunggu piala
bertuliskan juara 1 datang kepadaku segera saja aku bantingkan skornya hingga
aku menjadi juara 1. Ucapan kata selamat menbanjiri diriku. “Hore aku lolos dan
akan menuju ke Surabaya.” sorakku kegirangan.
Senang
rasanya menjadi juara 1 tingkat provinsi rasanya seperti masih terbawa mimpi
dan terbang melayang-layang, koprol, salto di udara, ya memang itu semua
ungkapan kemenanganku. Sayangnya oh sayangnya dari SMPku hanya aku yang
berhasil lolos an menuju ke kancah nasional, teman-temanku juga mendapat juara
3 besar namun mereka tidak dapat mewakili DIY saat di Surabaya. Senangnya lagi
karena mendapat nilai tambahan yang dapat digunakan untuk memperbesar nilai
UNAS saat akan mendaftar ke SMA. Beberapa hari setelah kemenanganku aku
diundang oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY. Disana aku dimintai
kelengkapan persyaratan untuk di tingkat nasional, menandatangani bukti-bukti
bahwa aku telah menerima uang saku, dan penjelasan dan perincian tentang
kegiatan, jadwal dan tempat lomba akan diadakan.
Akhirnya pada pagi hari itu aku
berangkat juga menuju Surabaya. Sebelum berangkat kami diberi seragam kontingen
sebagai identitas bahwa kami adalah wakil dari Provinsi DIY. Senang rasanya,
seragam ini dapat aku pamerkan kepada teman-temanku. Hahahhahaha. Sayang
perjalanan menuju Surabaya menggunakan bis dan tidak menggunakan pesawat hal
ini dikarenakan pada saat itu adalah saatnya untuk berliburan hingga harga
tiket pesawat akan naik. Tak ada pesawat , bis pun jadi. Fasilitas dalam bis
itu juga bisa diberi jempol karena ber-AC, tiap baris hanya ada 2 kursi, ada
televisinya lagi. Dari pagi sekitar pukul 08.00 sampai siang sekitar pukul
12.00 bis berhenti untuk beristirahat dan melakukan shalat bagi yang
menjalankannya. Di tempat pemberhentian itu aku dan kawan-kawan diberi nasi
kardus segera saja kumakan. Oh iya aku pergi ke Surabaya bersama dengan bapak
dan adikku.
Nama beliau adalah Hayam Wuruk. Beliaulah yang
mengajarkanku tenis meja. Beliau merupakan baik hati, disiplin. Beliau yang
mengajari dan melatih intensifku dalam bertenis meja. ia hendak membuat baja
dalam hidupku, ia ingin melihat aku melambai-lambaikan tangan di puncak podium.
Walau badai kahidupan melanda kehidupan kami ia tetap kuat seperti tembok beton
yang berdiri tegak tiada goyah. Aku salut padanya.
Adikku yang jahil dan bandel ini memang menggangguku
dalam berlatih. Sebelumnya ia juga sempat merasakan perlombaan tingkat provinsi
saat O2SN namun ia hanya mampu berdiri di posisi 4. Mungkin itu yang
menyebabkan ia kecewa dan ingin membantuku agar aku dapat sampai di kancah
nasional. Ingin membantuku maksudnya ya mengganggu aku tadi namun aku sangat
berterimaksih padanya atas kejahilan dan kebandilannya padaku. Ya nama adikku
adalah Titus Bonai.Lanjut. Kami bertiga memakan makanan yang ada di kardus itu
agar saat di dalam bis tidak ada yang kelaparan lagi.
Perjalanan
dilanjutkan. Ketika sudah kumasuki wilayah Surabaya mulutku menganga tak
percaya. “Ternyata di Surabaya juga ada macet ya? WOW!!!” gumamku dalam hati.
Ketika masuk di wilayah kota Surabaya.
“Dik kotanya
hijau ya, sejuk lagi, tapi sayang macetnya itu lho!!” kataku pada adikku yang
duduk di depanku.
“Lha iya wong isine mung mobil-mobil thok piye lhe ora
macet? Udah jalan sempit,
isinya mobil, isinya mobil cuma 1 orang, gimana nggak macet coba?” jawab
adikku.
“Ayo
ke atas untuk absensi atlit , periksa kesehatan, dan check in,” begitu ujar
pembimbingku setelah kami sampai hotel Oval tempat kami menginap nantinya .
“Baik pak!” jawabku. Segera saja aku masuk ke dalam hotel dan melaksanakan apa
yang diperintahkan. Setelah acara absensi atlit, periksa kesehatan, dan check
in hotel aku diberi nasi kotak untuk makan malam. “Akhirnya rasa laparku
terbayar juga.” kataku dalam hati. Tak disangka aku mendapatkan tas bertuliskan
O2SN yang didalamnya berisi kaos olahraga dan baaju batik. “Ahay asik asik. Tas
baru, kaos baru, batik baru.” Begitulah sorakku bahagia. Pak pembimbing segera
membagi
Pak
pembimbing segera membagi kunci kamar untuk tempat istirahat para atlit.
Sebenarnya bukan kunci tapi hanya seperti kartu plastik putih maklum hotel
tempatku menginap sudah modern. Hahhaha. Aku sekamar dengan gadis manis namun
jago silat, Icha namanya dan yang terlihat gemuk namun pintar mengolah otaknya
dalam bermain catur Linda namanya. Begitu kartu ditempelkan pada kotak sensor
dan kamar terbuka aku langsung menaruh tasku dan berlari menuju kasur. “Wah
nyamannya.” ujarku. “Ya jelas wae lha
hotele mewah kog” jawab Linda. “Hahaha. Gerah ni siapa yang mau mandi
duluan? Aku dulu ya?”tanya Icha. “Oke.” jawabku. Sebenarnya kami sangat capek
namun karena kami masih ingin mengobrol sembari melihat Kota Surabaya dari
lantai 4 kami akhirnya baru bisa tidur pukul 23.30 itupun karena aku yang
mengajak mereka agar mereka tak terlambat bangun karena besok adalah hari Upacara
Pembukaan O2SN.
Pagi
yang cerah mengizinkan matahari untuk mengintipku dari jendela hingga aku dapat
melihat secercah cahaya dari jendela. Segera ku bangun dan membuka jendela yang
membangunkanku dari tidurku tak lupa pula aku bangunkan kedua teman sekamarku
dan adikku yang jahil untuk segera mandi dan mempersiapkan diri dalam mengikuti
Upacara Pembukaan O2SN. Ketika kami sudah siap, sarapan juga sudah, bis sudah
siap mengantar, akhirnya kami berangkat. Namun walau kami satu kamar kita beda
bis. Pengelompokkan bis berdasarkan cabang olahraga masing-masing jadi kita
dapat mengetahui siapa saja wakil dari provinsi lain. Begitu kagum dengan
gedung yang digunakan untuk Upacara Pembukaan O2SN, tata suara, panggung semua
terlihat mewah. “Untung upacaranya duduk ya, kalau berdiri bisa tak kuat
aku.hahaha.” kataku dalam hati.
Upacara
telah berakhir kini saatnya pulang. Pak Sudibyo selaku guru pendampingku
mengingatkan bahwa sore harinya akan diadakan pengenalan arena bertanding.
Pengenalan itu untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung saat pertandingan berlangsung. Begitu bis sampai di hotel aku segera
menuju kamar untuk beristirahat sebentar. Namun kartu untuk membuka kunci itu
dibawa oleh temanku Icha. Karna kita beda bis maka Icha belum juga sampai ke kamar
hotel. “Sekian lama aku menunggu kedatanganmu oh Icha.” itulah laguku untuk
Icha yang lama dinanti yang akhirnya datang juga ke kamar hotel.”Saatnya
istirahat.” begitu ujarku yang disambut hangat oleh teman sekamarku.
Bangun
dengan tenaga yang baru, perut juga sudah kenyang terasa, saatnya berangkat
menuju arena pertandingan. Walau jauh lokasi arena pertandingan itu namun itu
semua dapat teratasi dengan panorama Kota Surabaya yang indah nan mempesona.
Kusiapkan peralatan perangku untuk kulatih agar besok saat bertanding dapat
lebih mudah. Cethak cethok cethak cethok cethak cothok itulah bunyi bola yang
berpantulkan. Sejam dua jam tak terasa hingga waktunya aku untuk pulang. Aku
juga mendapatan teman yang baru disini. Namanya Anisa, dia berasal dari Kepulauan
Riau. Lalu kami saling bertukar nomor telepon agar dapt saling berhubungan.
Hingga
tiba saatnya untuk berlaga di kancah nasional. Kutemukan wajah-wajah baru yang
mempunyai tekad yang sama yaitu untuk meraih kemenangan. Ciri khas dan gaya
setiap orang juga berbeda-beda sesuai dengan daerah provinsi mereka yang
berbeda. Tak sedikit pula dari mereka dan aku sudah mengenal beberapa pemain
karena kami sudah pernah bertanding di waktu yang lalu, kini kami dikumpulkan
kembali di dalam sebuah ajang O2SN. “Hah kini saatnya aku menunjukkan
kebolehananku. Namun ternyata aku tak mampu mengalahkan lawanku. Hal ini
mungkin terjadi karena baru kali pertama ini aku merasakan alam nasional.
Hari
kedua pun berlanjut. Kini aku harus memulai dengan kecerobohanku yang lupa
membawa kartu peserta dan nomor punggung peserta yang tertinggal dalam kamar
hotel yang baru kusadari ketika kami sudah jauh dari hotel dan hampir sampai ke
tempat bertanding. “Pak kartu dan nomor
punggung pesertaku ketinggalan ning kamar hotele.” ujarku pada bapak. “Lha goblok kowe kuwi, isa dipercaya ora?
Niat ora main kie?” tanya bapakku yang sekaligus marah kepadaku. “Niat pak, tapi aku wau bengi tak beresi
tase, aku lali yen kartu lan nomor punggunge ketinggalan.” jawabku. “Yo wis karepmu, nek ra isa main yo
rasakno.” jawab bapakku.
Sudah
diusahakan oleh bapak pendampingku untuk bilang kepada panitia dan untungnya
panitia mengijinkan aku untuk tidak main menggunakan kartu peserta. Namun tetap
saja aku mampu dikalahkan oleh lawanku karena dia lebih berpengalaman walau
sudah aku kejar sekalipun tetap aku kalah. Namun pelatih dari pihak lawan
mengatakan bahwa permainanku sudah baik. Hari itu aku benar-benar sudah jatuh
tertimpa tangga. Hatiku hancur dan ragaku seperti jatuh di lembah jurang yang
curam dan tajam dan tenggelam dalam samudra yang terdalam di dunia ini. Ajang
di kancah nasional ini sudah membahagiakan aku dan menyedihkan untukku. Aku tak
mampu membayar kerja keras orang yang telah membantu aku hingga aku mampu
menginjakkan kakiku disini. Maaf beribu maaf yang tak bisa aku ungkapkan dalam
kata-kata. Semua telah menjadi abu yang kini telah terbang berkeliaran dan
biarkan pengalamanku ini menjadi pelajaranku dalam aku bertanding di kemudian
hari.
Rasa
sedihku hendak dihapus dengan para pelatih pencak silat, tenis meja, dan catur
untuk berwisata ke Kebun Binatang Surabaya. Malam sebelumnya Icha memang sudah
memberitahuku. “Ayo, Nov sesuk melu yo
ning KBS. Kabeh cah-cah yo dho melu kog.” ajak Icha. “Oke. Sesuk gugahke aku esuk yo?” pintaku. “Yo gampang mengko tak nguripke alarm.” jawab Icha. Kakan.Kami
menggunakan perahu kaki untuk menju KBS. Begitu kami sampai di KBS hewan-hewan
yang ada sudah tidak lengkap lagi. Menurutku hanya bangsa primata yang memenuhi
KBS itu walau juga ada binatang lain namun disana tak kutemukan binantang yang
buas yang kunanti. Ya dia adalah macan, harimau, dan singa. Fasilitas di KBS juga banyak namun
gedung-gedung yang terlihat kurang terawat mampu menjenuhkan pengunjung. “Wah tenan yo britane sing ning tipi-tipi
kae yen saiki KBS ora kaya mbiyen. Kewan e wis ora genep. Mesakke tenan rek.” ujarku
pada Icha. “ Lha iyo yo, parah tenan kog.
Haruse pemerintah kudu ndang tanggep iki.” jawab Icha.
Seminggu
sudah kuhabiskan waktuku di Surabaya. Banyak hal yang kedapatkan dari sini.
Tentang pertandingan, teman-teman yang baru, suasana yang baru dan hal lainnya
yang membuatku sadar bahwa memang dunia ini mempunyai banyak warna yang mampu
menghiasi setiap insan di dunia maka menurutku sayang jika ada orang yang
mengatakan ingin meninggalkan dunia ini. Padahal jika mereka mau berpikir
jernih mungkin mereka akan berucap bahwa dunia ini, hidup ini sangat
mengagumkan dan mereka telah menempel pada magnet yang terdapat dalam bumi ini
dan karena pikiran buruk mereka telah berubah menjadi pikiran emas yang mampu
membangun hidup mereka dengan baik.
Saatnya kini aku dan kawan-kawan
pulang ke Jogja. Senang rasanya ada teman-teman yang mampu menyabet gelar juara
walau ada banyak cabang olahraga yang tak mampu menyumbangkan emas bagi Jogja
tercinta.
·
Cerpen
Pelangi
di O2SN
Namaku
Kristina Noviyanti Pasalbessy nama yang bagus bukan? Aku sekolah di SMP N 1
Kalasan yang dulu kepala sekolahnya masih Bapak Tri Raharja. Aku masuk di SMP N
1 Kalasan melalui jalur Kelas Olahraga suatu kebanggaan bagiku karna aku
termasuk dalam angkatan 1 dan fotoku dan teman-teman Kelas Olahraga terpampang
di ruang piketan. Hidup di dunia olahraga membuatku menjadi lebih semangat,
tidak putus asa, percaya diri.
Hatiku
gempar, diriku mulai dirundung kepanikkan. Sempat kepanikkan karena ijazah asli
tertinggal di tempat fotokopi ketika aku dan bapakku pergi memfotokopi
persyaratan yang diperlukan. Memang aku telah diprediksi oleh semua orang bahwa
aku akan mewakili Kabupaten Sleman ke tingkat provinsi namun apabila tidak ada
bukti ijazah asli maka aku akan dianggap gugur. “Huft... untung panitia
perlombaan mau menunggu datangnya ijazahku yang tertinggal di tempat fotokopi
yang kini sedang diantarkan oleh guru olahragaku waktu SD. Jika tidak aku bisa
mati,” kataku dalam hati. Akhirnya setelah ijasah asli datang kamudian panitia
mulai mengecek persyaratan yang harus dibawa ketika akan bertanding di tingkat
provinsi. Setelah diberi nasihat rasanya ragaku ini hanya seberat kapas putih
begitu ringan seolah mudah untuk jatuh. “Terima kasih Tuhan Engkau telah mengijinkan
aku untuk maju ke babak selanjutnya,” ungkapan syukurku pada Tuhan.
Di
sekolah ketika aku sedang asyik mengobrol dengan teman-teman tiba-tiba manajer
kelas olahraga datang. Ia menginformasikan jadwal dan tempat pertandingan
tingkat provinsi kepada kami siswa VII A yang mengikuti ajang bergengsi O2SN
dan lolos masuk ke tingkat provinsi. Hatiku kembali berdegup dengan kencang
entah karena tidak sabar dengan diadakannya lomba atau bahkan takut terhadap
musuhku sendiri. Deg deg deg deg. “Ayo, teman-teman pokoknya kita harus bisa
melanjutkan tradisi juara yang ada di sekolah ini. Oke?” kataku pada
teman-teman yang lolos menuju babak tingkat provinsi.
“Aku
merelakan pelajaran bola basket di sekolahku dan mengganti jam olahraga di
sekolah dengan berlatih tenis meja di rumah bersama bapak dan adik. Agar aku
dapat mempersembahkan yang terbaik besok saat bertanding.” Niatku dalam hati.
Palajaran bola basket adalah makanan sehari-hariku saat jam pelajaran olahraga
berlangsung maklum aku kan masuk di kelas olahraga melalui jalur basket.
Merelakan pelajaran ini membuatku tertinggal dengan teman-temanku cabang bola
basket yang lain walau mungkin pelatih akan lebih mengintensifkan latihan
kepada 3 temanku yang lolos dan melanjutkan ke tingkat provinsi dalam cabang
bola basket 3 on 3. Mereka adalah si
jerapah Ate, si banteng Wahyau, dan si
Nur nama yang cukup unik bukan? Hahahha.
Hal
yang paling aku sebalkan adalah tidak jadi mengikuti sepenuhnya kegiatan
perkemahan waktu aku masih kalas VII. “Huh sebel deh rasanya ingin memukul
tembok yang terbuat dari besi baja, berteriak sekencang-kencangnya, merengek di
depan umum tapi tidak mungkin nanti aku disangka orang gila lagi,” jerutuku.
Hahahha.
Alasan
mengapa aku tidak ikut kegiatan yang termasuk menggairahkan aku adalah waktu
perlombaan dan kegiatan perkemahan berjalan beriringan namun aku disarankan
oleh bapakku agar aku dapat merelakan kegiatan perkemahan tersebut dan
beristirahat karena esok lusa pertandingan tingkat provinsi akan di mulai.
Alhasil 3 temanku Ate, Wahyau, dan Nur serta atlit atletik Adit terpaksa tidak
mengikuti kegiatan perkemahan itu pula padahal mereka sudah membawa
perlengkapan untuk berkemah tapi bawaan mereka seperti orang mau pindahan saja.
”Sungguh hiburan yang sangat menghibur,” kataku pada mereka. Hahahahahha.
Jjjrrreeeeenngggg...
Akhirnya perlombaanku pun dimulai. Lawan pertamaku dapat kukalahkan dengan
mudah dengan skor akhir 3-0. Lawan kedua lebih mudah daripada lawan yang
pertama alhasil skor akhir adalah 3-0. Bagai menjentikkan jari untuk mngalahkan
mereka atau membalikkan telapak tangan? Namun aku tak boleh meremehkan
lawan-lawanku agar aku tidak terperosok ke dalam lembah jurang yang curam dan
tajam. Tibalah partai final yaitu wakil dari Kabupaten Kulon Progo yang bernama
Berlianti yang berhadapan denganku. Aku hafal namanya karena itulah lawan yang
sudah kugadang-gadang saat di tingkat provinsi. Sudah kuasah keahlianku untuk
mengalahkan dia seorang. Babak pertama dan kedua dapat kumenangkan namun di
babak ketiga mempu direbut olehnya. Banyak suara yang mendukungku banyak pula
suara yang menyerukan namanya. Namun aku tak mau berlama-lama menunggu piala
bertuliskan juara 1 datang kepadaku segera saja aku bantingkan skornya hingga
aku menjadi juara 1. Ucapan kata selamat menbanjiri diriku. “Hore aku lolos dan
akan menuju ke Surabaya.” Sorakku kegirangan.
Senang
rasanya menjadi juara 1 tingkat provinsi rasanya seperti masih terbawa mimpi
dan terbang melayang-layang, koprol, salto di udara, ya memang itu semua
ungkapan kemenanganku. Sayangnya oh sayangnya dari SMPku hanya aku yang
berhasil lolos dan menuju ke kancah nasional, teman-temanku juga mendapat juara
3 besar namun mereka tidak dapat mewakili DIY saat di Surabaya. Senangnya lagi
karena mendapat nilai tambahan yang dapat digunakan untuk memperbesar nilai
UNAS saat akan mendaftar ke SMA. Beberapa hari setelah kemenanganku aku
diundang oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY. Disana aku dimintai
kelengkapan persyaratan untuk di tingkat nasional, menandatangani bukti-bukti
bahwa aku telah menerima uang saku, dan penjelasan dan perincian tentang
kegiatan, jadwal dan tempat lomba akan diadakan.
Akhirnya pada pagi hari itu aku
berangkat juga menuju Surabaya. Sebelum berangkat kami diberi seragam kontingen
sebagai identitas bahwa kami adalah wakil dari Provinsi DIY. Senang rasanya,
seragam ini dapat aku pamerkan kepada teman-temanku. Hahahhahaha. Sayang
perjalanan menuju Surabaya menggunakan bis dan tidak menggunakan pesawat hal
ini dikarenakan pada saat itu adalah saatnya untuk berliburan hingga harga
tiket pesawat akan naik. Tak ada pesawat, bis pun jadi. Fasilitas dalam bis itu
juga bisa diberi jempol karena ber-AC, tiap baris hanya ada 2 kursi, ada
televisinya lagi. Dari pagi sekitar pukul 08.00 berangkat menuju Surabaya sampai
siang sekitar pukul 12.00 bis berhenti untuk beristirahat dan melakukan shalat
bagi yang menjalankannya. Di tempat pemberhentian itu aku dan kawan-kawan
diberi nasi kardus yang segera saja kumakan. Oh iya aku pergi ke Surabaya
bersama dengan bapak dan adikku.
Nama bapakku adalah Hayam Wuruk. Beliaulah yang
mengajarkanku tenis meja. Beliau merupakan baik hati dan disiplin. Beliau yang
mengajari dan melatih intensifku dalam bertenis meja. Ia hendak membuat baja
dalam hidupku, ia ingin melihat aku melambai-lambaikan tangan di puncak podium.
Walau badai kehidupan melanda kehidupan kami ia tetap kuat seperti tembok beton
yang berdiri tegak tiada goyah. Aku salut padanya.
Adikku yang jahil dan bandel ini memang menggangguku
dalam berlatih. Sebelumnya ia juga sempat merasakan perlombaan tingkat provinsi
saat O2SN namun ia hanya mampu berdiri di posisi 4. Mungkin itu yang
menyebabkan ia kecewa dan ingin membantuku agar aku dapat sampai di kancah
nasional. Ingin membantuku maksudnya ya mengganggu aku tadi namun aku sangat
berterimaksih padanya atas kejahilan dan kebandelannya padaku. Ya nama adikku
adalah Titus Bonai.Lanjut. Kami bertiga memakan makanan yang ada di kardus itu
agar saat di dalam bis tidak ada yang kelaparan lagi.
Perjalanan
dilanjutkan. Ketika sudah kumasuki wilayah Surabaya mulutku menganga tak
percaya. “Ternyata di Surabaya juga ada macet ya? WOW!!!” gumamku dalam hati.
Ketika masuk di wilayah kota Surabaya.
“Dik kotanya
hijau ya, sejuk lagi, tapi sayang macetnya itu lho!!” kataku pada adikku yang
duduk di depanku.
“Lha iya wong isine mung mobil-mobil thok piye lhe ora
macet? Udah jalan sempit,
isinya mobil, isinya mobil cuma 1 orang, gimana nggak macet coba?” jawab
adikku.
“Ayo
ke atas untuk absensi atlit , periksa kesehatan, dan check in,” begitu ujar
pembimbingku setelah kami sampai hotel Oval tempat kami menginap nantinya.
“Baik pak!” jawabku. Segera saja aku masuk ke dalam hotel dan melaksanakan apa
yang diperintahkan. Setelah acara absensi atlit, periksa kesehatan, dan check
in hotel aku diberi nasi kotak untuk makan malam. “Akhirnya rasa laparku
terbayar juga,” kataku dalam hati. Tak disangka aku mendapatkan tas bertuliskan
O2SN yang didalamnya berisi kaos olahraga dan baju batik. “Ahay asik asik. Tas
baru, kaos baru, batik baru.” Begitulah sorakku bahagia.
Pak
pembimbing segera membagi kunci kamar untuk tempat istirahat para atlit.
Sebenarnya bukan kunci tapi hanya seperti kartu plastik putih maklum hotel
tempatku menginap sudah modern. Hahhaha. Aku sekamar dengan gadis manis namun
jago silat, Icha namanya dan yang terlihat gemuk namun pintar mengolah otaknya
dalam bermain catur Linda namanya. Begitu kartu ditempelkan pada kotak sensor
dan kamar terbuka aku langsung menaruh tasku dan berlari menuju kasur. “Wah nyamannya,”
ujarku. “Ya jelas wae lha hotele mewah
kog,” jawab Linda. “Hahaha. Gerah ni siapa yang mau mandi duluan? Aku dulu
ya?” tanya Icha. “Oke,” jawabku. Sebenarnya kami sangat capek namun karena kami
masih ingin mengobrol sembari melihat Kota Surabaya dari lantai 4, kami
akhirnya baru bisa tidur pukul 23.30 itupun karena aku yang mengajak mereka
agar mereka tak terlambat bangun karena besok adalah hari Upacara Pembukaan
O2SN.
Pagi
yang cerah mengizinkan matahari untuk mengintipku dari jendela hingga aku dapat
melihat secercah cahaya dari jendela. Segera ku bangun dan membuka jendela yang
membangunkanku dari tidurku tak lupa pula aku bangunkan kedua teman sekamarku
dan adikku yang jahil untuk segera mandi dan mempersiapkan diri dalam mengikuti
Upacara Pembukaan O2SN. Ketika kami sudah siap, sarapan juga sudah, bis sudah
siap mengantar, akhirnya kami berangkat. Namun walau kami satu kamar kita beda
bis. Pengelompokkan bis berdasarkan cabang olahraga masing-masing jadi kita
dapat mengetahui siapa saja wakil dari provinsi lain. Begitu kagum dengan
gedung yang digunakan untuk Upacara Pembukaan O2SN, tata suara, panggung semua
terlihat mewah. “Untung upacaranya duduk ya, kalau berdiri bisa tak kuat aku. Hahaha.”
kataku dalam hati.
Upacara
telah berakhir kini saatnya pulang. Pak Sudibyo selaku guru pendampingku
mengingatkan bahwa sore harinya akan diadakan pengenalan arena bertanding.
Pengenalan itu untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung saat pertandingan berlangsung. Begitu bis sampai di hotel aku segera
menuju kamar untuk beristirahat sebentar. Namun kartu untuk membuka kunci itu
dibawa oleh temanku Icha. Karna kita beda bis maka Icha belum juga sampai ke
kamar hotel. “Sekian lama aku menunggu kedatanganmu oh Icha.” Itulah laguku
untuk Icha yang lama dinanti yang akhirnya datang juga ke kamar hotel. ”Saatnya
istirahat,” begitu ujarku yang disambut hangat oleh teman sekamarku.
Bangun
dengan tenaga yang baru, perut juga sudah kenyang terasa, saatnya berangkat
menuju arena pertandingan. Walau jauh lokasi arena pertandingan itu namun itu
semua dapat teratasi dengan panorama Kota Surabaya yang indah nan mempesona.
Kusiapkan peralatan perangku untuk kulatih agar besok saat bertanding dapat
lebih mudah. Cethak cethok cethak cethok cethak cothok itulah bunyi bola yang
berpantulkan. Sejam dua jam tak terasa hingga waktunya aku untuk pulang. Aku
juga mendapatan teman yang baru disini. Namanya Anisa, dia berasal dari
Kepulauan Riau. Lalu kami saling bertukar nomor telepon agar tetap dapat saling
berhubungan.
Hingga
tiba saatnya untuk berlaga di kancah nasional. Kutemukan wajah-wajah baru yang
mempunyai tekad yang sama yaitu untuk meraih kemenangan. Ciri khas dan gaya
setiap orang juga berbeda-beda sesuai dengan daerah provinsi mereka yang
berbeda. Tak sedikit pula dari mereka dan aku yang sudah mengenal beberapa
pemain karena kami sudah pernah bertanding di waktu yang lalu, kini kami
dikumpulkan kembali di dalam sebuah ajang O2SN. “Hah kini saatnya aku
menunjukkan kebolehananku.” Begitu tekadku dalam hati. Namun ternyata aku tak mampu
mengalahkan lawanku. Hal ini mungkin terjadi karena baru kali pertama ini aku
merasakan alam nasional.
Hari
kedua pun berlanjut. Kini aku harus memulai dengan kecerobohanku yang lupa
membawa kartu peserta dan nomor punggung peserta yang tertinggal dalam kamar
hotel yang baru kusadari ketika kami sudah jauh dari hotel dan hampir sampai ke
tempat bertanding. “Pak kartu dan nomor
punggung pesertaku ketinggalan ning kamar hotel,.” ujarku pada bapak. “Lha goblok kowe kuwi, isa dipercaya ora?
Niat ora main kie?” tanya bapakku yang sekaligus marah kepadaku. “Niat pak, tapi aku wau bengi tak beresi
tase, aku lali yen kartu lan nomor punggunge ketinggalan,” jawabku. “Yo
wis karepmu, nek ra isa main yo rasakno,” jawab bapakku.
Sudah
diusahakan oleh bapak pendampingku untuk bilang kepada panitia dan untungnya
panitia mengijinkan aku untuk main tanpa menggunakan kartu peserta. Namun tetap
saja aku mampu dikalahkan oleh lawanku karena dia lebih berpengalaman walau
sudah aku kejar sekalipun tetap aku kalah. Namun pelatih dari pihak lawan
mengatakan bahwa permainanku sudah baik. Hari itu aku benar-benar sudah jatuh
tertimpa tangga. Hatiku hancur dan ragaku seperti jatuh di lembah jurang yang
curam dan tajam dan tenggelam dalam samudra yang terdalam di dunia ini. Ajang
di kancah nasional ini sudah membahagiakan aku dan menyedihkan untukku. Aku tak
mampu membayar kerja keras orang yang telah membantu aku hingga aku mampu
menginjakkan kakiku disini. Maaf beribu maaf yang tak bisa aku ungkapkan dalam
kata-kata. Semua telah menjadi abu yang kini telah terbang berkeliaran dan
biarkan pengalamanku ini menjadi pelajaranku dalam aku bertanding di kemudian
hari.
Rasa
sedihku hendak dihapus dengan para pelatih pencak silat, tenis meja, dan catur
untuk berwisata ke Kebun Binatang Surabaya. Malam sebelumnya Icha memang sudah
memberitahuku. “Ayo, Nov sesuk melu yo
ning KBS. Kabeh cah-cah yo dho melu kog,” ajak Icha. “Oke. Sesuk gugahke aku esuk yo?” pintaku. “Yo gampang mengko tak nguripke alarm,” jawab Icha. Perjalanan kami
menggunakan perahu kaki untuk menuju KBS sekaligus untuk menyehatkan badan di
pagi hari yang cerah. Begitu kami sampai di KBS hewan-hewan yang ada sudah
tidak lengkap lagi. Menurutku hanya bangsa primata yang memenuhi KBS itu walau
juga ada binatang lain, namun disana tak kutemukan binatang buas yang kunanti.
Ya dia adalah macan, harimau, dan singa.
Fasilitas di KBS juga banyak namun gedung-gedung yang terlihat kurang terawat
mampu menjenuhkan pengunjung. “Wah tenan
yo britane sing ning tipi-tipi kae yen saiki KBS ora kaya mbiyen. Kewan e wis
ora genep. Mesakke tenan rek,” ujarku pada Icha. “ Lha iyo yo, parah tenan kog. Haruse pemerintah kudu ndang tanggep
iki,” jawab Icha.
Seminggu
sudah kuhabiskan waktuku di Surabaya. Banyak hal yang kedapatkan dari sini.
Tentang pertandingan, teman-teman yang baru, suasana yang baru dan hal lainnya
yang membuatku sadar bahwa memang dunia ini mempunyai banyak warna yang mampu
menghiasi setiap insan di dunia maka menurutku sayang jika ada orang yang
mengatakan ingin meninggalkan dunia ini. Padahal jika mereka mau berpikir
jernih mungkin mereka akan berucap bahwa dunia ini, hidup ini sangat
mengagumkan dan mereka telah menempel pada magnet yang terdapat dalam bumi ini
dan karena pikiran buruk mereka telah berubah menjadi pikiran emas yang mampu
membangun hidup mereka dengan baik.
Saatnya kini aku dan kawan-kawan
pulang ke Jogja. Senang rasanya ada teman-teman yang mampu menyabet gelar juara
walau ada banyak cabang olahraga yang tak mampu menyumbangkan emas bagi Jogja
tercinta.
Komentar
Posting Komentar